Catatan dari Perancis Selatan - Perjalanan ke La Cabèque



Di penghujung tahun 2016, saya dan keluarga (ayah, ibu, suami dan abang) kembali mengunjungi Perancis. Kali ini, liburannya tidak hanya sekadar jalan-jalan mencari udara dan suasana baru. Tapi, untuk memenuhi undangan dari Keluarga Durrand, keluarga besar dari ipar saya (suami adik saya) untuk berbagi sebuah keakraban  Natal.

Keluarga Durrand sehari-harinya tinggal di kota Toulouse, namun setiap musim libur mereka menghabiskan waktu di rumah pedesaan milik ipar saya yang letaknya di sebuah desa cantik bernama Vindrac-Alayrac, di Perancis Selatan. 


Goodbye Paris!

Menginjakkan kaki di negara pusat fashion dunia ini tidak lengkap apabila tidak singgah di Paris. Walaupun sudah kesekian kalinya kami mengunjungi kota ini,  pesona kota Paris tak lekang oleh jalannya waktu. Pemandangan dan suasana kotanya sungguh indah apalagi ditambah dengan kerlap kerlip kemeriahan suasana natal. 

Sayang, setelah menginap selama 4 hari kami harus meninggalkan kota nan cantik itu. Cuaca pada hari itu sangat dingin dan suhu udara sudah di bawah 5 (lima) derajat celcius. Walau demikian, tidak sedikitpun  niat kami urung untuk mengunjungi Vindrac.

Ada banyak cara menuju Vindrac. Dalam trip ini kami memilih untuk menggunakan jalan darat, alias menyewa mobil van 8 seater

Sejujurnya ada rasa khawatir di dalam hati, karena para sopir mobil yaitu suami dan abang saya belum pernah menyetir mobil di sisi kiri. Selain itu, semua rambu lalu lintas di sana menggunakan Bahasa Perancis.  Jreng….jreng….hehehehe…..Puji Tuhan, selama perjalanan tidak ada masalah dan kami selalu disertai oleh perlindungan Tuhan. Gak nyesel menempuh jalan darat, karena memang lebih seru juga ketimbang naik kereta atau pesawat. Seseru apa sih perjalanan kami?

Sepanjang Jalan Kenangan

Meninggalkan pusat kota Paris,   kami terkejut sekaligus kagum melihat infrastruktur jalan di Perancis. Rata-rata jalanan di sana, terutama jalan tol, ruasnya lebar-lebar dan aspalnya halus sekali hampir tidak terasa adanya gradasi (apalagi jalan retak atau berlumbang hehehe....sungguh berbeda dengan kondisi di tanah air). Ditambah lagi pemandangan cantik pinggiran kota Paris, membuat kami sungguh terlena. Rasanya seperti sedang berada di film-film klasik era tahun 1960-an.


Walau jalanan mulus dan hampir tidak ada kemacetan, bukan berarti perjalanan lalu mulus-mulus saja. Tantangan terbesar selama perjalanan adalah memastikan pak sopir tidak ngantuk selama menyetir dan tentunya tidak melanggar speed limit. Apabila melanggar, dendanya tidak main-main lohhh....sekitar 135 Euro.

Perjalanan bebas hambatan dari Paris ke pintu exit tol terakhir menuju Vindrac berhasil kami tempuh dalam waktu 8 jam. Memasuki jalanan pedesaan, saya pikir kami sudah tinggal selangkah mendekati Vindrac. Ternyata perjalanan masih harus ditempuh kurang lebih 1,5 jam lagi.

Untungnya pemandangan disekitar desa dan rumah penduduk lokal dipenuhi dengan kerlap kerlip hiasan natal, lengkap dengan mistletoe, rusa kutub dan boneka Santa Klaus berserta keretanya yang dipajang di alun-alun desa.

Sepanjang perjalanan kami mengikuti arahan dari applikasi peta pintar bernama Waze. Mengikuti arahan dari Waze kami melewati jalan kecil di pinggir hutan yang tiada dilengkapi satupun lampu penerangan jalan. Agak sedikit membuat merinding karena hari sudah semakin larut dan kabut putih tebal mulai menyelimuti malam. Sulit sekali melihat apa yang berada di depan kami.

Untunglah jalanan kecil itu akhirnya membawa kami sampai pada sebuah gerbang kecil yang menurut waze adalah tempat tujuan kami. Tidak yakin apakah kami sudah benar-benar sampai, saya menelepon ipar saya, ternyata memang itu tempatnya. Gerbang kecil itupun terbuka secara otomatis dan betapa terkejutnya kami melihat, ternyata oh ternyata, rumah ipar saya ini luas sekali.

Dari gerbang kecil itu saja ke rumahnya sendiri jaraknya lebih dari 50 meter dan bicara mengenai rumah, betapa salahnya saya telah mengira bahwa rumah ipar saya hanya terdiri dari 1 rumah. Ternyata setelah melewati gerbang kecil itu, saya melihat ada 3 rumah yang berdiri saling berdekatan dan 1 kolam renang yang ditutup terpal karena musim dingin. Yang mana rumah utamanya masih menjadi teka-teki. 


Bienvennue a La Cabèque!


Rumah ipar saya, bukan sekadar rumah biasa, tapi merupakan sebuah Mansion House atau rumah yang mirip dengan kastil kecil, terdiri dari tiga lantai dan dibangun sekitar tahun 1800-an. Tak heran perabotan di dalamnya pun diisi oleh perabotan kuno ala Renaissance. Lantai di tingkat 2 dialasi dengan potongan kayu Ek tua yang selalu berbunyi setiap kaki melangkah. Saya pun berjalan dengan pelannya untuk mengurangi kebisingan.

Letak persisnya adalah di La Cabèque, sebuah area di desa Vindrac. Kompleks perumahan ini sendiri berdiri di atas luas lahan sekitar 45 - 50 hektar yang dikelilingi oleh hutan alami khas dataran tinggi Eropa yang keseluruhannya dimiliki oleh ipar saya.

Di belakang rumah ada peternakan kuda yang dikelola oleh tetangga ipar saya. Kuda-kuda ini bukan kuda biasa. Dipelihara dengan menggunakan bahan makanan pilihan dan metode khusus, kuda-kuda ini dilatih untuk menjadi kuda-kuda pacuan yang harga 1 kuda bisa ditaksir sekitar Rp. 1 Milyar (satu milyar Rupiah). Woooow, fantastis bukan?!!!

Sayang, saat kami sampai di rumah itu hari sudah hampir tengah malam. Jadi, tidak sempat melihat kuda-kuda tersebut. Yang ada, saya malah langsung menyerbu kamar mandi untuk berbesih dan siap-siap tidur... hehe...

*to be continued


penampakan ruang dalam rumah utama (image: koleksi pribadi)








1 comments: